Apa yang dimaksud dengan hidup?
Dimana letak hidup itu?
Siapa yang menjadi hidup?
Kita sering membicarakan tentang kehidupan namun tidak tentang hidup itu sendiri... hidup sebagai sebuah entitas. Hidup yang menghidupi yang menggerakkan kehidupan kita detik demi detik meski kita dalam keadaan tidur.
Hidup adalah alif.
Awal dan akhir.
Kita mengenal hidup dari keAKUan kita yang masih dalam bentuk nafs namun apakah keAKUan tersebut adalah kesejatian dari hidup? Makna sejati dari jatidiri?
Dalam falsafah atau pengertian spiritual jawa dikenal dengan kata "Ingsun" yang berarti "Aku" namun disini bukan Aku sebagai keAKUan yang merupakan perwujudan keterikatan kesadaran diri manusia terhadap apa yang menjadi alamnya.
"Ingsun" adalah entitas manusia yang sejati.
Yang menggerakkan dan sekaligus tergerakkan.
Manusia hidup itu perwujudan dari "Manunggaling kawulo-gusti".
Gusti itu adalah kesejatian diri manusia yang seutuhnya , yang suci dan tertinggi sedangkan kawulo adalah cermin dari keGUSTIan yang mengejowantah dalam kehidupan yang terikat oleh nafsu yang kita kenal sebagai manusia pada umumnya.
"Ingsun" adalah guru sejati.
Dewaruci setiap manusia.
Guru yang tidak pernah salah.
Yang menjadi awal dan akhir dari perjalanan manusia.
"Ingsun" mengejowantah dalam tubuh manusia dan menggerakkan seluruh komponen tubuh manusia dari satuan tubuh yang terkecil yaitu sel yang kemudian kita mengenal sebagai "nyawa".
"Ingsun" memedar atau menginkarnasi menjadi bagian-bagian yang terikat oleh tubuh dan menciptakan kehidupan akhir yang kita kenal sebagai manusia yang didalamnya penuh dengan keterikatan.
Dalam tataran nyata , kesadaran manusia adalah "Ingsun" yang terikat oleh jasad yang suatu saat dan pasti akan mencari jalan menuju kembali ke kesucian. Benih inilah yang kemudian muncul mendorong manusia berlomba-lomba menemukan arti dan makna jatidiri.
"Ingsun" , gusti yang sudah mengkawulo ini akan tumbuh berkembang sejak dia masih dalam bentuk "benih suci" kemudian tumbuh dalam rahim dan lahir sebagai bayi , tumbuh dewasa dan mati.
Didalam kehidupan inilah sang "Ingsun" mengenal , merasakan dan mencari dirinya sendiri yang terhijab untuk kembali menjadi fitri melalui ribuan jalan yang kita kenal sebagai jalan spiritual.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai tuhan dengan huruf "t" kecil.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Roh Kudus
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Al haq
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai guru sejati
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesadaran tertinggi
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Hidup
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesejatian
Dan mungkin masih ada ribuan pengenalan akan tentang hakekat "hidup" namun tidak akan pernah memaknai seluruh arti tentang hakekat entitas yang disebut "hidup" itu sendiri.
Mengenal "hidup" , tidak bisa lewat akal karena akal adalah sebuah keterikatan demikian dengan tubuh oleh sebab itu untuk mencapainya kita harus melalui "lepas tubuh".
Mengenal "hidup" , tidak bisa dengan semua bentuk yang terwujud karena "hidup" adalah akhir dari keterwujudan yang terwujud.
Mengenal "hidup" adalah proses panjang anak manusia namun dia tidak terikat oleh apa dan siapa wujudnya , tidak perduli apa agama , suku , ras dan golongannya.
Karena "hidup" adalah awal dan akhir , apa yang ada diantaranya adalah keterikatan , kebendaan yang bukan sejati.
Memahami wujud "hidup" tidak akan pernah habis oleh goresan pena karena apa yang ada didunia adalah perwujudan darinya.... jadi meski beribu-ribu buku tertuliskan maka tidak akan pernah menyentuh hakekatnya karena semua yang terwujud adalah bentuk akal manusia yang berusaha memperkenalkan sesuatu yang dikenalnya pada saat dia tidak memiliki apa-apa.
Hidup itu alif , "dikukut kados mrico jinumput , digelar anggebaki jagad".
Kita kenal alif sebagai konsonan penghidup "hahihuheho" , alif yang menghidupkan kata namun juga yang mematikan kata. Namun jauh dari semua itu... alif adalah alif , awal dan akhir.
Demikian pula dengan uraian saya ini , sudah pasti jauh dari apa yang sebenarnya... hanya ini saja batas kemampuan saya untuk menjelaskan sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan.
Nenek moyang sering menyimbolkan hidup dengan perlambang "sejatine ora ono opo-opo , sing ono kuwi dudu"~Sesungguhnya tidak ada apa-apa yang ada itu bukan.
Mari mumpung ramadhan , kita lepas semua keterikatan... kita pasrahkan semuanya kepada Yang Maha Menghidupi , lepaskan semua dan gantungkan seluruh urusan kita kepadaNya.
Semoga kita kembali menjadi yang fitri.
Aku iki urip
Apa yang dimaksud dengan hidup?
Dimana letak hidup itu?
Siapa yang menjadi hidup?
Kita sering membicarakan tentang kehidupan namun tidak tentang hidup itu sendiri... hidup sebagai sebuah entitas. Hidup yang menghidupi yang menggerakkan kehidupan kita detik demi detik meski kita dalam keadaan tidur.
Hidup adalah alif.
Awal dan akhir.
Kita mengenal hidup dari keAKUan kita yang masih dalam bentuk nafs namun apakah keAKUan tersebut adalah kesejatian dari hidup? Makna sejati dari jatidiri?
Dalam falsafah atau pengertian spiritual jawa dikenal dengan kata "Ingsun" yang berarti "Aku" namun disini bukan Aku sebagai keAKUan yang merupakan perwujudan keterikatan kesadaran diri manusia terhadap apa yang menjadi alamnya.
"Ingsun" adalah entitas manusia yang sejati.
Yang menggerakkan dan sekaligus tergerakkan.
Manusia hidup itu perwujudan dari "Manunggaling kawulo-gusti".
Gusti itu adalah kesejatian diri manusia yang seutuhnya , yang suci dan tertinggi sedangkan kawulo adalah cermin dari keGUSTIan yang mengejowantah dalam kehidupan yang terikat oleh nafsu yang kita kenal sebagai manusia pada umumnya.
"Ingsun" adalah guru sejati.
Dewaruci setiap manusia.
Guru yang tidak pernah salah.
Yang menjadi awal dan akhir dari perjalanan manusia.
"Ingsun" mengejowantah dalam tubuh manusia dan menggerakkan seluruh komponen tubuh manusia dari satuan tubuh yang terkecil yaitu sel yang kemudian kita mengenal sebagai "nyawa".
"Ingsun" memedar atau menginkarnasi menjadi bagian-bagian yang terikat oleh tubuh dan menciptakan kehidupan akhir yang kita kenal sebagai manusia yang didalamnya penuh dengan keterikatan.
Dalam tataran nyata , kesadaran manusia adalah "Ingsun" yang terikat oleh jasad yang suatu saat dan pasti akan mencari jalan menuju kembali ke kesucian. Benih inilah yang kemudian muncul mendorong manusia berlomba-lomba menemukan arti dan makna jatidiri.
"Ingsun" , gusti yang sudah mengkawulo ini akan tumbuh berkembang sejak dia masih dalam bentuk "benih suci" kemudian tumbuh dalam rahim dan lahir sebagai bayi , tumbuh dewasa dan mati.
Didalam kehidupan inilah sang "Ingsun" mengenal , merasakan dan mencari dirinya sendiri yang terhijab untuk kembali menjadi fitri melalui ribuan jalan yang kita kenal sebagai jalan spiritual.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai tuhan dengan huruf "t" kecil.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Roh Kudus
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Al haq
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai guru sejati
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesadaran tertinggi
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Hidup
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesejatian
Dan mungkin masih ada ribuan pengenalan akan tentang hakekat "hidup" namun tidak akan pernah memaknai seluruh arti tentang hakekat entitas yang disebut "hidup" itu sendiri.
Mengenal "hidup" , tidak bisa lewat akal karena akal adalah sebuah keterikatan demikian dengan tubuh oleh sebab itu untuk mencapainya kita harus melalui "lepas tubuh".
Mengenal "hidup" , tidak bisa dengan semua bentuk yang terwujud karena "hidup" adalah akhir dari keterwujudan yang terwujud.
Mengenal "hidup" adalah proses panjang anak manusia namun dia tidak terikat oleh apa dan siapa wujudnya , tidak perduli apa agama , suku , ras dan golongannya.
Karena "hidup" adalah awal dan akhir , apa yang ada diantaranya adalah keterikatan , kebendaan yang bukan sejati.
Memahami wujud "hidup" tidak akan pernah habis oleh goresan pena karena apa yang ada didunia adalah perwujudan darinya.... jadi meski beribu-ribu buku tertuliskan maka tidak akan pernah menyentuh hakekatnya karena semua yang terwujud adalah bentuk akal manusia yang berusaha memperkenalkan sesuatu yang dikenalnya pada saat dia tidak memiliki apa-apa.
Hidup itu alif , "dikukut kados mrico jinumput , digelar anggebaki jagad".
Kita kenal alif sebagai konsonan penghidup "hahihuheho" , alif yang menghidupkan kata namun juga yang mematikan kata. Namun jauh dari semua itu... alif adalah alif , awal dan akhir.
Demikian pula dengan uraian saya ini , sudah pasti jauh dari apa yang sebenarnya... hanya ini saja batas kemampuan saya untuk menjelaskan sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan.
Nenek moyang sering menyimbolkan hidup dengan perlambang "sejatine ora ono opo-opo , sing ono kuwi dudu"~Sesungguhnya tidak ada apa-apa yang ada itu bukan.
Mari mumpung ramadhan , kita lepas semua keterikatan... kita pasrahkan semuanya kepada Yang Maha Menghidupi , lepaskan semua dan gantungkan seluruh urusan kita kepadaNya.
Semoga kita kembali menjadi yang fitri.
Dimana letak hidup itu?
Siapa yang menjadi hidup?
Kita sering membicarakan tentang kehidupan namun tidak tentang hidup itu sendiri... hidup sebagai sebuah entitas. Hidup yang menghidupi yang menggerakkan kehidupan kita detik demi detik meski kita dalam keadaan tidur.
Hidup adalah alif.
Awal dan akhir.
Kita mengenal hidup dari keAKUan kita yang masih dalam bentuk nafs namun apakah keAKUan tersebut adalah kesejatian dari hidup? Makna sejati dari jatidiri?
Dalam falsafah atau pengertian spiritual jawa dikenal dengan kata "Ingsun" yang berarti "Aku" namun disini bukan Aku sebagai keAKUan yang merupakan perwujudan keterikatan kesadaran diri manusia terhadap apa yang menjadi alamnya.
"Ingsun" adalah entitas manusia yang sejati.
Yang menggerakkan dan sekaligus tergerakkan.
Manusia hidup itu perwujudan dari "Manunggaling kawulo-gusti".
Gusti itu adalah kesejatian diri manusia yang seutuhnya , yang suci dan tertinggi sedangkan kawulo adalah cermin dari keGUSTIan yang mengejowantah dalam kehidupan yang terikat oleh nafsu yang kita kenal sebagai manusia pada umumnya.
"Ingsun" adalah guru sejati.
Dewaruci setiap manusia.
Guru yang tidak pernah salah.
Yang menjadi awal dan akhir dari perjalanan manusia.
"Ingsun" mengejowantah dalam tubuh manusia dan menggerakkan seluruh komponen tubuh manusia dari satuan tubuh yang terkecil yaitu sel yang kemudian kita mengenal sebagai "nyawa".
"Ingsun" memedar atau menginkarnasi menjadi bagian-bagian yang terikat oleh tubuh dan menciptakan kehidupan akhir yang kita kenal sebagai manusia yang didalamnya penuh dengan keterikatan.
Dalam tataran nyata , kesadaran manusia adalah "Ingsun" yang terikat oleh jasad yang suatu saat dan pasti akan mencari jalan menuju kembali ke kesucian. Benih inilah yang kemudian muncul mendorong manusia berlomba-lomba menemukan arti dan makna jatidiri.
"Ingsun" , gusti yang sudah mengkawulo ini akan tumbuh berkembang sejak dia masih dalam bentuk "benih suci" kemudian tumbuh dalam rahim dan lahir sebagai bayi , tumbuh dewasa dan mati.
Didalam kehidupan inilah sang "Ingsun" mengenal , merasakan dan mencari dirinya sendiri yang terhijab untuk kembali menjadi fitri melalui ribuan jalan yang kita kenal sebagai jalan spiritual.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai tuhan dengan huruf "t" kecil.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Roh Kudus
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Al haq
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai guru sejati
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesadaran tertinggi
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Hidup
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesejatian
Dan mungkin masih ada ribuan pengenalan akan tentang hakekat "hidup" namun tidak akan pernah memaknai seluruh arti tentang hakekat entitas yang disebut "hidup" itu sendiri.
Mengenal "hidup" , tidak bisa lewat akal karena akal adalah sebuah keterikatan demikian dengan tubuh oleh sebab itu untuk mencapainya kita harus melalui "lepas tubuh".
Mengenal "hidup" , tidak bisa dengan semua bentuk yang terwujud karena "hidup" adalah akhir dari keterwujudan yang terwujud.
Mengenal "hidup" adalah proses panjang anak manusia namun dia tidak terikat oleh apa dan siapa wujudnya , tidak perduli apa agama , suku , ras dan golongannya.
Karena "hidup" adalah awal dan akhir , apa yang ada diantaranya adalah keterikatan , kebendaan yang bukan sejati.
Memahami wujud "hidup" tidak akan pernah habis oleh goresan pena karena apa yang ada didunia adalah perwujudan darinya.... jadi meski beribu-ribu buku tertuliskan maka tidak akan pernah menyentuh hakekatnya karena semua yang terwujud adalah bentuk akal manusia yang berusaha memperkenalkan sesuatu yang dikenalnya pada saat dia tidak memiliki apa-apa.
Hidup itu alif , "dikukut kados mrico jinumput , digelar anggebaki jagad".
Kita kenal alif sebagai konsonan penghidup "hahihuheho" , alif yang menghidupkan kata namun juga yang mematikan kata. Namun jauh dari semua itu... alif adalah alif , awal dan akhir.
Demikian pula dengan uraian saya ini , sudah pasti jauh dari apa yang sebenarnya... hanya ini saja batas kemampuan saya untuk menjelaskan sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan.
Nenek moyang sering menyimbolkan hidup dengan perlambang "sejatine ora ono opo-opo , sing ono kuwi dudu"~Sesungguhnya tidak ada apa-apa yang ada itu bukan.
Mari mumpung ramadhan , kita lepas semua keterikatan... kita pasrahkan semuanya kepada Yang Maha Menghidupi , lepaskan semua dan gantungkan seluruh urusan kita kepadaNya.
Semoga kita kembali menjadi yang fitri.

Apa yang dimaksud dengan hidup?
Dimana letak hidup itu?
Siapa yang menjadi hidup?
Kita sering membicarakan tentang kehidupan namun tidak tentang hidup itu sendiri... hidup sebagai sebuah entitas. Hidup yang menghidupi yang menggerakkan kehidupan kita detik demi detik meski kita dalam keadaan tidur.
Hidup adalah alif.
Awal dan akhir.
Kita mengenal hidup dari keAKUan kita yang masih dalam bentuk nafs namun apakah keAKUan tersebut adalah kesejatian dari hidup? Makna sejati dari jatidiri?
Dalam falsafah atau pengertian spiritual jawa dikenal dengan kata "Ingsun" yang berarti "Aku" namun disini bukan Aku sebagai keAKUan yang merupakan perwujudan keterikatan kesadaran diri manusia terhadap apa yang menjadi alamnya.
"Ingsun" adalah entitas manusia yang sejati.
Yang menggerakkan dan sekaligus tergerakkan.
Manusia hidup itu perwujudan dari "Manunggaling kawulo-gusti".
Gusti itu adalah kesejatian diri manusia yang seutuhnya , yang suci dan tertinggi sedangkan kawulo adalah cermin dari keGUSTIan yang mengejowantah dalam kehidupan yang terikat oleh nafsu yang kita kenal sebagai manusia pada umumnya.
"Ingsun" adalah guru sejati.
Dewaruci setiap manusia.
Guru yang tidak pernah salah.
Yang menjadi awal dan akhir dari perjalanan manusia.
"Ingsun" mengejowantah dalam tubuh manusia dan menggerakkan seluruh komponen tubuh manusia dari satuan tubuh yang terkecil yaitu sel yang kemudian kita mengenal sebagai "nyawa".
"Ingsun" memedar atau menginkarnasi menjadi bagian-bagian yang terikat oleh tubuh dan menciptakan kehidupan akhir yang kita kenal sebagai manusia yang didalamnya penuh dengan keterikatan.
Dalam tataran nyata , kesadaran manusia adalah "Ingsun" yang terikat oleh jasad yang suatu saat dan pasti akan mencari jalan menuju kembali ke kesucian. Benih inilah yang kemudian muncul mendorong manusia berlomba-lomba menemukan arti dan makna jatidiri.
"Ingsun" , gusti yang sudah mengkawulo ini akan tumbuh berkembang sejak dia masih dalam bentuk "benih suci" kemudian tumbuh dalam rahim dan lahir sebagai bayi , tumbuh dewasa dan mati.
Didalam kehidupan inilah sang "Ingsun" mengenal , merasakan dan mencari dirinya sendiri yang terhijab untuk kembali menjadi fitri melalui ribuan jalan yang kita kenal sebagai jalan spiritual.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai tuhan dengan huruf "t" kecil.
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Roh Kudus
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Al haq
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai guru sejati
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesadaran tertinggi
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Hidup
Ada yang mengenalkan "Ingsun" sebagai Kesejatian
Dan mungkin masih ada ribuan pengenalan akan tentang hakekat "hidup" namun tidak akan pernah memaknai seluruh arti tentang hakekat entitas yang disebut "hidup" itu sendiri.
Mengenal "hidup" , tidak bisa lewat akal karena akal adalah sebuah keterikatan demikian dengan tubuh oleh sebab itu untuk mencapainya kita harus melalui "lepas tubuh".
Mengenal "hidup" , tidak bisa dengan semua bentuk yang terwujud karena "hidup" adalah akhir dari keterwujudan yang terwujud.
Mengenal "hidup" adalah proses panjang anak manusia namun dia tidak terikat oleh apa dan siapa wujudnya , tidak perduli apa agama , suku , ras dan golongannya.
Karena "hidup" adalah awal dan akhir , apa yang ada diantaranya adalah keterikatan , kebendaan yang bukan sejati.
Memahami wujud "hidup" tidak akan pernah habis oleh goresan pena karena apa yang ada didunia adalah perwujudan darinya.... jadi meski beribu-ribu buku tertuliskan maka tidak akan pernah menyentuh hakekatnya karena semua yang terwujud adalah bentuk akal manusia yang berusaha memperkenalkan sesuatu yang dikenalnya pada saat dia tidak memiliki apa-apa.
Hidup itu alif , "dikukut kados mrico jinumput , digelar anggebaki jagad".
Kita kenal alif sebagai konsonan penghidup "hahihuheho" , alif yang menghidupkan kata namun juga yang mematikan kata. Namun jauh dari semua itu... alif adalah alif , awal dan akhir.
Demikian pula dengan uraian saya ini , sudah pasti jauh dari apa yang sebenarnya... hanya ini saja batas kemampuan saya untuk menjelaskan sesuatu yang tidak pernah bisa dijelaskan.
Nenek moyang sering menyimbolkan hidup dengan perlambang "sejatine ora ono opo-opo , sing ono kuwi dudu"~Sesungguhnya tidak ada apa-apa yang ada itu bukan.
Mari mumpung ramadhan , kita lepas semua keterikatan... kita pasrahkan semuanya kepada Yang Maha Menghidupi , lepaskan semua dan gantungkan seluruh urusan kita kepadaNya.
Semoga kita kembali menjadi yang fitri.
